IMPLEMENTASI PENDEKATAN MONTESSORI DALAM MEMBENTUK KARAKTER KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI
PENDAHULUAN
Taman kanak-kanak adalah sekolah yang pertama kali akan dimasuki seorang anak usia dini. Sekolah merupakan lingkungan baru bagi mereka setelah lingkungan keluarganya. Banyak orangtua yang merencanakan pendidikan anaknya dimulai dari Taman Kanak-kanak , bahkan mulai dari 2 tahun anaknya sudah dimasukkan ke sekolah sesuai usianya. Harapannya adalah agar anak mereka lebih berani dan mandiri , pandai, tidak hanya dalam akademik namun juga dalam bersosialisasi.
Keberanian yang dimaksud adalah anak sudah berani berada sekolah, bertemu dan bermain dengan teman-teman tanpa ditemani lagi orangtuanya. Merasa nyaman dengan ibu guru sebagai pengganti orangtuanya di rumah. .
Disaat anak sudah merasa nyaman di sekolah barulah ibu guru mulai melatih kemandirian anak yang dimulai dari pembiasaan-pembiasaan sederhana seperti membawa dan menyimpan tasnya sendiri, melepas dan memakai sepatunya, makan dan minum hingga melaksanakan tugas tanpa bantuan ibu guru. Di taman kanak-kanak karakter tersebut akan ditanamkan disesuaikan dengan karakter anak yakni bermain.
Hal tersebut juga selaras dengan sabda Rasulullah :
Rasulullah bersabda: “bermain-mainlah dengan anakmu selama seminggu, didiklah ia selama seminggu, temanilah ia selama seminggu pula, setelah itu suruhlah ia mandiri”. (HR. Bukhari)
Berbagai metode digunakan ibu guru untuk membentuk karakter mandiri tersebut. Salah satunya adalah menggunakan metode Monttessori. Montessori berpendapat bahwa, mengajarkan nilai-nilai kemandirian pada anak dapat melalui kegiatan praktis sehari-hari agar anak memperoleh kebebasan untuk melakukan hal yang mereka butuhkan. Metode Montessori menekankan pembelajaran yang mengutamakan kebebasan. Kebebasan atau freedom disini ialah kebebasan dalam memilih kegiatan dan kebebasan bermain agar anak tumbuh dan berkembang sesuai tempo dan kecepatan anak.
Hasil penelitian di Preschool Awliya Kids Center Cirebon menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Montessori mampu membentuk karakter disiplin anak usia dini secara optimal. Penerapan pendekatan metode Montessori dalam membentuk karakter mandiri sudah dilakukan dengan baik dari mulai perencanaan pembelajaran, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Lingkungan sangat berperan dalam membentuk karakter mandiri anak. Khususnya lingkungan Montessori yang menstimulasi karakter mandiri anak. Hasil dari implementasi metode Montessori dalam membentuk karakter mandiri anak dapat dilihat dari kemampuan anak melayani diri sendiri. (Dewi Asri dkk,2018)
Menurut penelitian di TK Almarhamah Cimahi dalam melatih kecerdasan sosial emosional anak usia dini dengan cara menerapkan pembelajaran dengan metode Montessori berbasis penguatan karakter di dalam kelas adalah cara yang efektif, karena anak akan cenderung mengandalkan kemampuannya dalam berkomunikasi, berteman, dan bergaul dengan teman sebaya di lingkungannya secara alami.(Adynda,2022)
Hasil observasi juga menunjukkan tentang Montessori sebagai media pembelajaran kreatif kepada 10 anak prasekolah di Sekolah Kreasi Anak Bangsa, diketahui 8 dari 10 anak prasekolah mampu menguasai pembelajaran secara mandiri/individual menggunakan berbagai material yang disediakan.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Metode Montessori cukup efektif dalam membentuk karakter mandiri anak usia dini khususnya di Taman kanak-kanak. Tidak semua sekolah Taman kanak-kanak menggunakan Metode Montessori dalam pembelajarannya. Sekolah yang mengunakan Metode Montessori, salah satunya adalah KB/TK Islam Al Ikhlas Cipete . Ditengah maraknya implementasi Kurikulum Merdeka saat ini, KB/TK Islam Al Ikhlas masih tetap menggunakan pendekatan Metode Montessori dalam mengembangkan kemampuan murid-muridnya. Untuk itu peneliti ingin sekali mengetahui sejauh mana implementasi pendekatan metode Montessori di KB/TK Islam Al Ikhlas Cipete, khususnya dalam membentuk karakter mandiri pada murid-muridnya.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian terhadap suatu analisis masalah yang dilakukan secara mendalam dan detail melalui berbagai alat Pengumpulan data. Penelitian studi kasus bertujuan untuk mendeskripsikan tentang konteks dan terjadinya suatu kasus di lapangan (Johnson & Christensen dalam Hanurawan, 2016). Kehadiran penelitian berperan penting dalam penelitian karena berperan sebagai alat pengumpulan data di lapangan secara langsung serta melakukan penelitian secara mendalam dan terperinci. Hal ini dijelaskan oleh Moleong (2015) yang mengatakan bahwa peneliti berperan penting sebagai perencana penelitian, pelaksana, pengumpul data, analis, penafsir data, dan pelapor yang dijadikan dalam bentuk tulisan. Teknik pemilihan subjek yang digunakan ialah purposive sampling. Teknik ini yang akan menentukan sampel berdasarkan kriteria tertentu karena peneliti menganggap bahwa individu lain memiliki informasi yang diperlukan untuk mengumpulkan data secara maksimal (Arikunto, 2013). Subjek peneltian ini adalah seorang kepala sekolah, guru kelas dan pendamping serta anak-anak KB/TK Islam Al Ikhlas Cipete. Lokasi sekolah berada di Jalan Cipete III No.03 Cipete Selatan Jakarta Selatan .
Teknik pengumpulan data dengan observasi secara langsung, melakukan wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Pada pengecekan keabsahan data ini diperlukan untuk membuktikan kepastian bahwa data benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya melalui verifikasi data penelitian. Menetapkan keabsahan data diperlukan kriteria tertentu sebagai dasar penetepan keabsahan data. Moleong (2014) menjelaskan ada empat kriteria tertentu yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu derajat kepercayaan (credibility/validitas internal), keteralihan (transferability/validatas eksternal), kebergantungan (dependability/ reliabitas), dan kepastian (confirmability/ objektivitas). Dengan adanya kriteria dasar keabsahan data tersebut dapat diuraikan pada setiap kriteria menjadi teknik pemeriksaan. Adapun teknik pemeriksaan yang telah peneliti pilih gunakan yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan/keanjengan pengamatan, trigulasi dan analisis kasus negatif.
Analisis data menurut Bogdan merupakan proses mencari informasi dan menyusun secara sistimatis data yang diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan, pengamatan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2015). Menurut konsep Milles and Huberman Satari Djam’an & Komariah Ningsih, Wiyono, Atmoko, Implementasi Model Pembelajaran… 294 (2013) pada tahap penelitian ini akan dilakukan oleh peneliti secara terus-menerus dan konsisten sampai pada tahapan data yang diperoleh sudah jenuh. Aktivitas analisis data Milles and Huberman (1984) terdiri atas data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification yang dilakukan oleh peneliti secara interkatif, efektif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya mencapai titik jenuh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di KB/TK Islam Al Ikhlas Cipete selatan dengan Proses pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan metode Montessori yang dilakukan di kelompok TK.B dimulai dengan kegiatan pembukaan, kegiatan inti/kegiatan area, snack time dan kegiatan penutup. Implementasi pendekatan metode Montessori yang dilaksanakan dalam proses pelaksanaan pembelajaran Montessori dibagi kedalam 5 area yaitu, 1. Area Kehidupan praktis (Practical Life), 2. Area Indera (Sensorial), 3. Area Budaya (Culture), 4. Area Bahasa (Languange), dan 5. Area Matematika (Math).
Kegiatan yang di fokuskan kepada kemandirian anak dimulai dari pemilihan alat permainan sesuai pilihan anak sampai dengan sikap tanggung jawab terhadap penyelesaian tugas.
Menurut Steinberg, mandiri diambil dari dua istilah yang pengertiannya sejajar, yaitu autonomy dan independence, karena perbedaan sangat tipis dari dua istilah itu. Mandiri secara terminologi adalah kemampuan yang menunjukkan individu untuk menjalankan atau melakukan sendiri aktivitas hidup terlepas dari kontrol orang lain (dalam Eti Nurhayati. 2010: 58).
Simpulan yang dapat diambil bahwa kemandirian adalah suatu sikap yang tidak bergantung pada orang lain dan berusaha pada diri sendiri dalam bekerja maupun dalam memecahkan masalah. Kemandirian adalah bagian dari kepribadian anak yang dapat menentukan perbedaan tingkah laku dari setiap anak. Secara umum kemandirian dapat dilihat dari tingkah laku. Namun, pada kenyataanya kemandirian bukan hanya dari tingkah laku, tapi juga dalam bentuk sosial dan emosionalnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi pendekatan metode Montessori yang dilaksanakan di kelompok B3 KB/ TK Islam Al Ikhlas khususnya dalam membentuk karakter mandiri pada anak sudah diterapkan dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip Montessori dalam proses pelaksanaannya, dan sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak dalam hal teknis pembelajaran.
- Proses Pembelajaran Metode Montessori di Kelompok B3 KB/TK Islam Al Ikhlas Pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan Pendekatan Metode Montessori, dimana pembelajaran menggunakan alat peraga khusus Montessori (Montessori Apparatus). Alat peraga ini dirancang secara sederhana dan memberi kesempatan anak untuk mengeksplorasi sekitar, dan mengajarkan anak untuk mandiri. Pelaksanaan Pembelajaran Montessori di KB/TK Islam Al Ikhlas tidak jauh berbeda dengan TK pada umumnya, yaitu dimulai dengan kegiatan pembukaan, kegiatan inti, istirahat, dan kegiatan penutup sesuai dengan Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD dalam BAB V Pasal 15 (2) bahwa pelaksanaan pembelajaran PAUD mencakup a. Kegiatan Pembukaan, b. Kegiatan Inti, dan c. Kegiatan Penutup. Kegiatan pembukaan ini diawali dengan membaca do’a, pemberian apersepsi, dan pengenalan
Selanjutnya di kegiatan inti, anak bebas memilih pekerjaan yang akan dikerjakan sesuai minatnya di area Montessori, area ini dirancang sesuai kebutuhan dan tahap perkembangan anak. Kegiatan inti yang dilaksanakan merupakan kegiatan yang berpusat pada anak, anak berperan aktif dalam kegiatannya, pemberian lembar kerja anak juga diberikan sesuai kebutuhan anak. Sesuai dengan Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD dalam BAB V pasal 13 ayat (6) bahwa pelaksanaan pembelajaran dilakukan berpusat pada anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan karakteristik, potensi, tahapan perkembangan, minat kebutuhan anak. Kegiatan yang dilaksanakan kurang lebih selama 210 menit ini dilaksanakan sesuai minat masing-masing, anak memilih sendiri kegiatannya dengan macam-macam alat peraga di lima area Montessori yang menstimulasi indera, pengetahuan, dan keterampilannya. Sesuai dengan Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD dalam BAB V Pasal 14 bahwa pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) harus menerapkan prinsip: a. Kecukupan jumlah dan keragaman jenis bahan ajar serta alat permainan edukatif dengan peserta didik, dan b. Kecukupan waktu pelaksanaan pembelajaran.
Kegiatan inti memberikan pengalaman nyata pada anak-anak, anak berperan aktif dalam kegiatan, anak mengambil sendiri alat peraga itu dan menaruhnya kembali di tempatnya semula. Anak belajar menyendok, membawa gelas kaca, membawa mangkuk kaca dalam nampan dengan tangannya sendiri, anak belajar melipat baju, menyusun balok dan menara, membuat grafik angka, memasangkan baut, mencipta dengan alat-alat loosepart, mengayak tepung, anak mencium berbagai macam aroma, dan meraba berbagai tekstur. Benda-benda yang digunakan dalam pembelajaran Montessori ini merupakan benda konkret dan real object yang memberikan pengalaman nyata untuk anak. Sesuai dengan Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD dalam BAB V Pasal 15 Ayat (4) bahwa kegiatan inti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan upaya pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan bermain yang memberikan pengalaman belajar secara nyata kepada anak sebagai dasar pembentukan sikap, pengetahuan, dan perilaku. Kemudian dilanjutkan dengan snack time, anak antri dan berbaris untuk baca doa masuk kamar mandi dan berbaris antri cuci tangan sendiri lalu anak memakan camilan yang dibawa sendiri, setelah makan snack anak diminta untuk merapikan alat-alat yang sudah digunakan dan bersama-sama merapikan serta membersihkan kelas. Kemudian di kegiatan penutup, guru mengevaluasi dan memberi pesan yang membangun kepada anak.
- Implementasi Metode Montessori dalam Pembelajaran di Kelompok B3 KB/TK Islam Al Ikhlas. Penerapan metode Montessori tidak lepas dari lingkungan Montessori yang dibagi menjadi lima area khas Montessori yang terdiri dari area Kehidupan Praktis (Practical Life), Indera (sensorial), Budaya (culture), Bahasa (languange) dan Matematika (math) (Maria Montessori. 2016: 142) Selain lingkungan khas Montessori, dalam pembelajarannya juga Montessori memiliki beberapa konsep, diantaranya Mengikuti Anak (follow the child), Bebas Dengan Batasan ( freedom with limitation), Menghargai Anak (respect the child), Lingkungan yang Disiapkan (prepared environment), Briefing sebelum Kegiatan, Penggunaan Alas Kerja (mat work), Kegiatan yang Bermakna (meaningful activity), Konkret-Abstrak, Sederhana Kompleks, Mengoreksi Diri (self correction), Penggabungan Usia, Penggunaan Kata ‘work’, dan Kolaborasi bukan Kompetisi. (Vidya Dwina. 2018: 59) Mengikuti anak atau follow the child adalah konsep pembelajaran Montessori (dalam Vidya Dwina, 2018: 60), mengikuti anak bukan berarti membiarkan anak berperilaku sebebas-bebasnya, follow the child yang dimaksud adalah memahami kebutuhan anak sesuai minatnya. Bisa juga disebut sebagai upaya untuk mempertajam indra kita sebagai orang dewasa untuk mengartikan setiap perilaku anak sebagai cara ia memenuhi kebutuhannya, kemudian kita manfaatkan hal tersebut untuk memahami kebutuhannya. Di kelas B3 KB/TK Islam Al Ikhlas ini guru tentunya menggunakan konsep follow the child dalam pembelajaran, guru memfasilitasi sesuai kebutuhan dan minat anak. Kebebasan membuat anak berpikir kreatif, melatih kemandirian, dan pengambilan keputusan. Bebas dengan batasan atau freedom with limitation adalah konsep pembelajaran Montessori selanjutnya (dalam Vidya Dwina, 2018: 63). Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan memilih sendiri material yang akan dieksplorasi, kebebasan menentukan durasi eksplorasi, serta kebebasan untuk berdiskusi dan bekerja sama. Konsep selanjutnya adalah Respect the child, seringkali orang dewasa tidak berkomunikasi dua arah dengan anak-anak, mereka hanya membuat anak mendengarkan dan memberi perintah satu arah (dalam Vidya Dwina, 2018: 80). Dalam Montessori berbicara dan memperlakukan anak dengan sopan adalah hal yang wajib bagi guru Montessori. Seperti di Kelompok B3 KB/TK Islam Al Ikhlas, guru-guru berbicara dengan sopan pada anak-anak didalam kelas, guru tidak berteriak-teriak dalam menegur anak, guru akan menghampiri anak, menatap anak, kemudian menegur dengan suara pelan. Hal tersebut membuat anak terbiasa sopan dan tenang di dalam kelas, dan juga salah satu cara efektif menenangkan kelas yang ramai.
- Konsep selanjutnya adalah lingkungan yang siap atau prepared environment. Prepared environment adalah lingkungan yang disiapkan oleh guru untuk anak agar dapat bereksplorasi lingkungannya dengan bebas, aman dan nyaman (dalam Vidya Dwina, 2018: 82). Di Kelompok B3 KB/TK Islam Al Ikhlas guru ikut menyiapkan lingkungan yang memang dirancang untuk anak, seperti rak yang pendek sesuai tinggi anak, meja pendek, gelas kecil, mangkuk kecil, agar anak dapat menggapai, membawa, mengeksplorasi, dan menaruhnya kembali dengan Hal ini sangat melatih kemandirian anak, karena anak tidak lagi bergantung pada orang dewasa dalam hal ini yaitu mengambil dan menaruh kembali alat peraga. Konsep selanjutnya yaitu briefing sebelum berkegiatan, melibatkan anak dalam merencanakan suatu perjalanan membuat anak merasa dihargai keberadaannya dan pendapatnya (dalam Vidya Dwina, 2018: 84). Guru akan memberi informasi tempat yang akan dikunjungi, guru mengingatkan anak perilaku ketika berada disana, seperti salam kepada orang dewasa, duduk dengan tenang, berbicara pelan. Penggunaan alas kerja atau work math merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari metode Montessori, alas kerja merupakan cara mengenalkan dan mengajarkan anak konsep teritori (dalam Vidya Dwina, 2018: 86). Di Kelompok B3 KB/TK Islam Al Ikhlas pun Menggunakan alas kerja dalam kegiatan pembelajaran. Alas kerja membuat anak mengetahui area belajarnya secara konkret, ditandai dengan luas alas kerjanya. Menggunakan alas kerja juga melatih kedisiplinan anak, agar material tidak bercecer kemana-mana, hal ini juga melatih kemandirian anak karena anak akan mengambil dan menggulung alas kerjanya sendiri. Penggunaan mat work ini juga melatih aspek interaksi sosial anak, anak harus izin pada temannya terlebih dahulu apabila ingin bergabung dengan alas kerja milik temannya.
- Konsep selanjutnya adalah kegiatan yang bermakna atau meaningful activity, di kelas Montessori, semua kegiatan saling berkaitan, semua bertujuan sama yaitu untuk mempersiapkan anak secara holistik untuk menjalani tahap selanjutnya yang lebih kompleks (dalam Vidya Dwina, 2018: 88). Tak ada yang tak bermakna di kelas Montessori, bahkan kegiatan menuang dan menyendok pun bermanfaat bagi anak. Kegiatan itu melatih kekuatan otot anak, dan memperpanjang rentang konsentrasi untuk memudahkan anak melanjutkan belajar di sekolah Konsep selanjutnya yaitu Konkret-Abstrak, lembar kerja bukanlah satu-satunya cara dalam mengajarkan sesuatu pada anak. Anak akan lebih paham apabila ia diajarkan langsung melalui pengalaman nyata dan mengajarkannya konsep (dalam Vidya Dwina, 2018: 90). Di Kelompok B3 KB/TK Islam Al Ikhlas guru tidak sering menggunakan lembar kerja untuk anak, kegiatan dalam kelas Montessori, semuanya menggunakan benda konkret. Setiap anak pun diberi lembar kerja yang berbeda, sesuai dengan tahapan dan levelnya. Ketika anak sudah memahami hal konkret anak akan memahami lembar kerja yang merupakan hal abstrak, Pada usia prasekolah yang anak membutuhkan pemahaman melalui pengalaman langsung menggunakan seluruh indranya.
Dapat disimpulkan bahwa anak membutuhkan hal konkret dalam memahami sesuatu. Sederhana-Kompleks, merupakan konsep selanjutnya dalam pembelajaran Montessori, seluruh Montessori Apparatus dirancang dengan teratur dari sederhana menuju kompleks. Semua di tata rapih sesuai tingkat kesulitan dari kiri ke kanan, dan dari atas ke bawah. Hal ini pun akan membangun konsep untuk menulis dan membaca, menulis diawali dari kiri menuju ke kanan, dan membaca diawali dari atas ke bawah. Konsep selanjutnya adalah self-correction, anak dapat mengoreksi kesalahannya sendiri untuk mencegah guru atau orangtua sering menginterupsi dan mengoreksi anak (dalam Vidya Dwina, 2018: 102). Orang dewasa sering kali salahmerespon ketika anak melakukan kesalahan, sehingga anak ingin berbuat curang atau berbohong karena takut dimarahi. Cara yang efektif dalam mengoreksi anak adalah bukan menasehati dan memarahi, tetapi memberikan contoh bagaimana sesuatu seharusnya dilakukan. Di setiap sekolah Montessori, selalu menggunakan istilah work, di Indonesia sendiri, mengartikan istilah ini dapat menggunakan kata ‘bekerja’ dan kata ‘belajar’(dalam Vidya Dwina, 2018: 108). Menggunakan kata bekerja dengan antusiasme dan kegembiraan yang tinggi akan membuat perspektif anak tentang belajar dan bekerja menjadi menyenangkan. Kalau anak sudah menyukai, mereka tidak akan terpaksa dalam belajar.
- Konsep terakhir dalam pembelajaran Montessori adalah ‘Kolaborasi bukan Kompetisi’ jika mengikuti kompetisi dengan jiwa yang belum siap, maka kita orang dewasa akan bingung. Begitupun dengan anak, apabila ia diminta melakukan sesuatu tanpa kesiapan ia akan bingung. Tugas pokok anak usia dibawah 6 tahun adalah belajar mempercayai lingkungan, memperkaya pengalaman dan mengeksplorasi sekelilingnya, dan tugas guru dan orang dewasa adalah memenuhi kebutuhan dasarnya (dalam Vidya Dwina, 2018: 110). Di Kelompok B3 KB/TK Islam Al Ikhlas guru memberikan kesempatan pada anak untuk berproses, dan bukan berorientasi pada hasil.
- Faktor Pendukung dalam pembelajaran menggunakan pendekatan metode Montessori, diantaranya:
- Dukungan penuh dari yayasan, Faktor pendukung yang pertama yaitu, sekolah selalu mendapat dukungan penuh dari pihak yayasan, seperti pemberian materi- materi dan alat-alat tambahan disekolah
- Pelatihan dan pendampingan bekerjasama dengan Rumah Montessori yang diselenggarakan 2 kali dalam setahun dan pendampingan dengan ahli dari founder pusat belajar & pelatihan Rumah Montessori persemester
- Fasilitas atau Alat Peraga khusus Montessori (Montessori Apparatus) Fasilitas sekolah dan kelengkapan alat peraga sendiri sudah cukup mendukung yaitu sekitar 90% alat peraga sekolah sudah memadai
- Peran serta dilingkungan sekolah yaitu datang dari peran serta guru-guru di sekolah, seperti kepala sekolah, staff TU, dan dari guru-guru yang selalu kompak dan menyambut dengan suka cita ketika diajak kerjasama, juga guru-guru yang kreatif dan sabar dalam menanamkan karakter kemandirian pada anak menggunakan pendekatan metode Montessori
- Faktor penghambat dalam pembelajaran menggunakan pendekatan metode Montessori, diantaranya:
- Fasilitas khususnya alat peraga khusus Montessori Faktor penghambat yang pertama adalah fasilitas, khususnya alat peraga Montessori, fasilitas yang harus tersedia disekolah, meskipun sudah mencapai 90% tidak semua alat peraga Montessori tersedia, bahkan sulit ditemukan di Ada beberapa alat peraga yang tidak bisa dijangkau, baik secara pendanaan maupun secara pengadaan.
- Sumber daya manusia, Faktor penghambat yang kedua adalah Sumber daya manusia, kadang sekolah merekrut SDM yang belum matang, karena mencari guru Montessori di daerah Cipete Selatan sangat susah, bahkan hampir tidak ada. Jadi sekolah merekrut guru yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan mau
- False Fatigue pada anak Emosi anak yang sering berubah atau moodswing membuat anak fatigue, biasanya anak yang mengalami pagi yang kurang baik yang mengalami fatigue ini, false fatigue itu anak seperti merasa tidak tertarik dan kebosanan, tidak mau mengerjakan tugas, belum menemukan passion dan tidak mau mengikuti aturan
KESIMPULAN
Proses pembelajaran pendekatan metode Montessori dalam membentuk karakter mandiri pada anak di KB/TK Islam Al Ikhlas dimulai dengan kegiatan pembukaan, kegiatan inti dan penutup sesuai dengan Permendikbud No. 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional PAUD dalam BAB V Pasal 15 (2) bahwa pelaksanaan pembelajaran PAUD mencakup a. Kegiatan Pembukaan, b. Kegiatan Inti, dan c. Kegiatan Penutup.
Implementasi pendekatan metode Montessori dalam membentuk karakter kemandirian anak dirasa cukup efektif sesuai dengan hasil observasi peneliti, selain membentuk karakter kemandirian, metode ini pun menstimulasi karakter tanggung jawab, penguasaan diri, memperpanjang rentang konsentrasi, kemampuan sosialisasi, dan juga menstimulasi kemampuan intelektual.
Pendekatan metode Montessori lebih mengajarkan konsep kepada anak, mengikuti kebutuhan dan minat anak, dan berpusat pada masing- masing anak. Faktor pendukung yaitu, lingkungan yang yang memadai, khususnya Montessori Apparatus yang terbagi menjadi lima area di lingkungan Montessori, fasilitas pendukung sekolah dan kelas. Kemudian dukungan dari kepala sekolah dan Yayasan, yang melakukan pengarahan dan pembinaan yang berkaitan dengan pembelajaran PAUD. Faktor pendukung selanjutnya adalah peran serta di lingkungan sosial sekolah dan menjalin kerja sama sehingga meningkatnya mutu dan kualitas dalam pembelajaran. Faktor penghambat dalam pembelajaran datang dari fasilitas yang tidak bisa dijangkau dari segi pendanaan maupun pengadaan. Kemudian dari Sumber Daya Manusia khususnya Guru Montessori, dan yang terakhir yaitu mood swing pada anak yang sulit diprediksi.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilian Ria Adisti. 2016. Perpaduan Konsep Islam dengan Metode Montessori dalam Membangun Karakter Anak, dalam Jurnal Kependidikan Islam Vol.8 No.1, 61-88.
Britton, Lesley. 2018. Montessori Play and Learn. Bandung: Mizan Media Utama
Cahniyo Wijaya Kuswanto. 2016. Menumbuhkan Kemandirian Anak Usia Dini Melalui Bermain, tersedia dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini Vol.1 No.2
Elisabeth Ria Ade Lina. 2015. Peningkatan Kemandirian Anak di Sekolah Melalui Metode Bermain Peran di Kelompok B TK PKK Prawirotaman Yogyakarta, tersedia dalam Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Edisi 10 Tahun ke-4 2015
Fadlillah, M & Khorida, Mualifatu Lilif. 2013. Pendidikan Karakter Anak Usia Dini. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Fathurrohman & Sulistyorini. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Teras. Hamdayama, Jumanta. 2016. Metodologi Pengajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Indah Fajarwati. 2014. Konsep Montessori tentang Pendidikan Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam, dalam Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.XI No.1.
Komala . 2015. Mengenal dan Mengembangkan Kemandirian Anak Usia Dini melalui Pola Asuh Orang Tua dan Guru. Dalam jurnal pendidikan Vol.1 No.1 Oktober 2015: 31-45
Mulyasa. 2014. Manajemen PAUD. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Maria Montessori: Gerald Lee Gutek. 2015. Metode Montessori. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Maria Montessori. 2016. Rahasia Masa Kanak-Kanak. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Nurdin, Diding & Sibaweh, Imam. 2015. Pengelolaan Pendidikan dari Teori Menuju Implementasi. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Nurhayati, Eti. 2010. Bimbingan Keterampilan & Kemandirian Belajar. Bandung: BaticPress
Novita Sari. 2014. Metode Montessori dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Agama Islam pada Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, tersedia dalam jurnal penelitian UIN Sunan Kalijaga.
Paramita, Vidya Dwina. 2018. Jatuh Hati pada Montessori. Bandung: Mizan Media Utama Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, cv.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.
Peraturan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.
Rakhma, Eugenia. 2017. Menumbuhkan Kemandirian Anak. Jogjakarta: CV. Diandra Primamitra Media
Rita Mariyana dkk. 2010. Pengelolaan Lingkungan Belajar. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Sanjaya, Wina. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Siregar & Nara. 2011. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. Wibowo, Agus. 2013. Pendidikan Karakter Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Santi, Danar. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini antara Teori dan Praktik. Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Slamet Suyanto. 2012. Pendidikan Karakter untuk Anak Usia Dini, tersedia dalam Jurnal Pendidikan Anak Vol.1 Edisi 1
Oleh Siti Khodijah